Kamis, 16 Januari 2014

Kurikulum



     A.    Pengertian Kurikulum
Pengertian kurikulum menurut para ahli:
1.      Ali,M(1984) mengkategorikan kurikulum kedalam tiga pengertian yaitu:1).kurikulum sebagai rencana belajar pesertadidik,2).kurikulum sebagai rencana pembelajaran,3).kurikulum sebagai pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik.
2.      Hilda Taba mendefenisikan kurikulum sebagai rencana belajar dengan mengungkapkan,bahwa a curriculum is a plan for learning.kurikulum biasanya terdiri dari tujuan,materi/isi,strategi pembelajaran dan evaluasi.Untuk dapat member penjelasan terhadap bentuk-bentuk belajar  yang direncanakan dalam kurikulum memerlukan penjelasan.Penjelasan ini dapat diperoleh dari berbagai teori psikologi,seperti berkaitan dengan psikologi belajar dan psikologi anak.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran adalah sebuah rencana pembelajaran di suatu sekolah.Kurikulum mencakup sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan yang harus ditempuh ataupun dipelajari peserta didik di sekolah atau pelajaran tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu.
.Pengertian kurikulum dan kurikulum itu sendiri mengalami perkembangan dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan pemikiran tokoh-tokoh pendidikan. Dan memang itu seharusnya terjadi agar kurikulum  tidak menjadi usang atau ketinggalan zaman. Beberapa perkembangan mengenai dimensi pengertian kurikulum adalah;

a)      Kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik. Kurikulum berorientasi pada isi atau materi pelajaran(content oriented). Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua/orang-orang pandai pada masa lampau. Kurikulum sebagai mata pelajaran biasanya erat kaitannya dengan usaha memperoleh ijazah. Ijazah pada dasarnya menggambarkan kemampuan peserta didik terhadap mata pelajaran. Artinya jika peserta didik telah mendapatkan ijazah maka dianggap peserta didik tersebut telah mempunyai kemampuan menguasai mata pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Evaluasi dilakukan dengan tes hasil belajar. Pengertian kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran dianggap sebagai pandangan yang masih tradisional, namun konsep ini teryata masih banyak dianut dan mewarnai kurikulum yang berlaku saat ini. Tokohnya diantaranya adalah Robert M. Hutchins (1936).
b)      Kurikulum sebagai pengalaman belajar siswa. Tuntutan masyarakat terhadap sekolah menyebabkan terjadinya pergeseran pengertian kurikulum. Tidak hanya sebatas sebagai sejumlah mata pelajaran tetapi kurikulum adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik di dalam maupun di luar sekolah asalkan kegiatan tersebut berada dalam control/pengawasan guru/sekolah. Tokohnya adalah Hollis L. Caswel dan Campbell(1935). Juga Harold Alberty(1965). Kurikulum tidak terbatas pada kegiatan-kegiatan di dalam kelas tapi juga mencakup kegiatan out door. Tidak ada pemisahan yang tegas antara kegiatan intra dan ekstra. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar kepada siswa dan pada akhirnya akan memberikan pengaruh pada perubahan tingkah laku pada hakikatnya disebut kurikulum. Disinilah letak perdebatan para ahli pendidikan tentang konsep kurikulum sebagai pengalaman belajar. Mereka berfikiran bahwa untuk mengukur pengalaman belajar itu bukanlah hal sederhana dan mudah. Oleh karena itu konsep kurikulum sebagai pengalaman belajar dianggap sebagai konsep yang luas sehingga makna kurikulum menjadi kabur dan tidak fungsional.
c)      Kurikulum sebagai Program atau perencanaan pembelajaran. Konsep ini salah satunya diapungkan oleh Hilda Taba (1962) yang mengatakan “A Curriculum is a plan for learning…”.Konsep ini juga diamini oleh beberapa tokoh seperti Donald E. Olorsky dan B. Othanel Smith (1978) serta Peter F. Oliva (1982) yang menjelaskan bahwa kurikulum adalah suatu perencanaan atau program pengalaman siswa yang diarahkan sekolah.

Kurikulum sebagai suatu rencana sejalan dengan  rumusan kurikulum menurut Undang- Undang  Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Terlihat batasan yang jelas antara kurikulum sebagai rencana ( as a plan) yang harus dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar oleh guru serta kurikulum sebagai pengaturan isi dan cara pelaksanaan rencana itu. Kedua itu digunakan sebagai upaya untuk pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Oleh sebab itu, kurikulum bukan hanya sebatas rencana tapi juga bagaimana pelaksanaan rencana itu. Murray Print (1993) mengungkapkan bahwa kurikulum meliputi;
·         Planning Learning Experiences
·         Offered Within An Educational Institution/Program
·         Represented As A Document
·         Includes Experiences Resulting From Implementing That Document


    B.     Sejarah

Istilah kurikulum mulai dikenal di Amerika Serikat sejak tahun 1920, ditinjau dari asal katanya kurikulum berasal dari bahasa latin dari kata curere yang artinya lari Dengan demikian maka kurikulum pada awalnya mempunyai pengertian course of race (arena pacuan) Secara tradisional kurikulum mempunyai pengertian yaitu mata pelajaran atau arena pelatihan untuk suatu produksi pendidikan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mempunyai kurikulum pendidikan yang bagus dan stabil (tidak berubah-ubah) serta memberi motivasi pelajarnya agar bisa meningkatkan standar mutu pendidikannya dikemudian hari. Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap.




    C.     Peran dan Fungsi Kurikulum

1.      Peran Kurikulum

Kurikulum dipersiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan yakni mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat hidup ditengah masyakat. Sebagai salah satu komponen dalam system pendidikan, minimal kurikulum memiliki 3 peran(Hamalik, 1990) yaitu:
a)      Peranan Konservatif. Kurikulum berperan sebagai pelestari berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu. Kurikulum diharapkan mampu menjadi filter terhadap pengaruh globalisasi yang efek negatifnya menggerogoti budaya nasional. Kurikulum melalui implementasinya di dalam maupun di luar kelas mampu menjaga ke ajekan dan identitas masyarakat Indonesia.
b)       Peran Kreatif. Masyarakat bersifat dinamis. Maka kurikulum juga harus mengandung hal-hal baru yang sejalan dengan perkembangan zaman sehingga peserta didik mampu mengembangkan potensinya. Jika tidak maka kurikulum tidak lebih dari setumpuk rencana dan peraturan yang kurang bermakna dan tidak relevan dengan kondisi terkini.
c)      Peran Kritis dan Evaluatif. Tidak semua nilai-nilai warisan masa lalu harus diwariskan kepada generasi muda dan tidak semua nilai-nilai baru harus dimiliki oleh peserta didik. Dalam rangka inilah kurikulum memiliki peran kritis dan evaluatif. Kurikulum harus mampu menyeleksi dan mengevaaluasi segala sesuatu yang dianggap bermanfaat untuk kehidupan anak didik.

2.      Fungsi Kurikulum
Kurikulum dalam pendidikan memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
a)      Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendididkan
Fungsi kurikulum dalam pendidikan tidak lain merupakan alat untuk mencapai tujuan pendididkan.dalam hal ini, alat untuk menempa manusia yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pendidikan suatu bangsa dengan bangsa lain tidak akan sama karena setiap bangsa dan Negara mempunyai filsafat dan tujuan pendidikan tertentu yang dipengaruhi oleh berbagai segi, baik segi agama, idiologi, kebudayaan, maupun kebutuhan Negara itu sendiri. Dsdengan demikian, dinegara kita tidak sama dengan Negara-negara lain, untuk itu, maka: 1) Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, 2) Kuriulum merupakan program yang harus dilaksanakan oleh guru dan murid dalam proses belajar mengajar, guna mencapai tujuan-tujuan itu, 3) kurikulum merupakan pedoman guru dan siswa agar terlaksana proses belajar mengajar dengan baik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
b)      Fungsi Kurikulum Bagi Sekolah yang Bersangkutan
Kurikulum Bagi Sekolah yang Bersangkutan mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Sebagai alat mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan 2) Sebagai pedoman mengatur segala kegiatan sehari-hari di sekolah tersebut, fungsi ini meliputi: a. Jenis program pendidikan yang harus dilaksanakan b. Cara menyelenggarakan setiap jenis program pendidikan c. Orang yang bertanggung jawab dan melaksanakan program pendidikan.
c)      Fungsi Kurikulum Bagi Guru
Guru tidak hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum sesuai dengan kurikulum yang berlaku, tetapi juga sebagai pengembanga kurikulum dalam rangaka pelaksanaan kurikulum tersebut.
d)     Fungsi Kurikulum Bagi Kepala Sekolah,
Kurikulum merupakan barometer atau alat pengukur keberhasilanprogram pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah dituntut untuk menguasai dan mengontrol, apakah kcegiatan proses pendidikan yang dilaksanakan itu berpijak pada kurikulum yang berlaku.
e)      Fungsi Kurikulum Bagi Pengawas (supervisor)
            Bagi para pengawas, fungsi kurikulum dapat dijadikan sebagai pedoman, patokan, atau ukuran dan menetapkan bagaimana yang memerlukan penyempurnaan atau perbaikan dalam usaha pelaksanaan kurikulum dan peningkatan mutu pendidikan.
f)       Fungsi Kurikulum Bagi Masyarakat
Melalui kurikulum sekolah yang bersangkutan, masyarakat bisa mengetahui apakah pengetahuan, sikap, dan nilaiserta keterampilan yang dibutuhkannya relevan atau tidak dengan kuri-kulum suatu sekolah.
Dilihat dari cakupan dan  tujuannya menurut Mc. Neil (1990) isi kurikulum memiliki 4 fungsi:
1.      Fungsi Pendidikan Umum (common and general education). Fungsi kurikulum untuk               mempersiapkan peserta didik agar mereka menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab sebagai warga Negara yang baik.
2.      Fungsi Suplementasi (supplementation).Kurikulum harus bisa melayani beragama karakteristik peserta didik. Peserta didik beragam dalam kemampuan, minat dan bakat.
3.      Eksplorasi (exploration)Kurikulum harus mampu menemukan dan mengembangkan minat dan bakat masing-masing peserta didik. 
4.      Fungsi Keahlian(Spesialization)Kurikulum berfungsi untuk mengembangkan kemampuan peserta didik sesuai keahlianya yang berdasarkan atas minat dan bakat.


     D.    Azas Kurikulum

1.Azas Filosofis
Kurikulum mempunyai hubungan yang sangat erat sekali dengan filsafat bangsa dan Negara terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal.
2. AzasPsikologis
a). Psikologi Anak
Sekolah didirikan  untuk anak,untuk kepentingan anak,yakni menciptakan situasi-situasi dimna anak dapat belajar untuk mengembangkan bakatnya.selama berabad-abad anak tidak dipandang sebagai manusia yang lain daripada orang dewasa dank arena itu mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan perkembangannya.Baru setelah Rosseau anak itu dikenal sebagai anak,dan dilakukan penelitian ilmiah untuk lebih mengenalnya,dan sejak permulaan abad ke-20 anak kian mendapat perhatian menjadi salah satu asas dalam pengembangan kurikulum.Timbullah aliran yang disebut progresif,bahkan kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat dan perkembangan anak,yaitu “childcentered curriculum”.Kurikulum ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap kurikulum yang ditentukan oleh orang dewasa tanpa menghiraukan kebutuhan dan minat anak.
b). Psikologi Belajar
Pendidikan di sekolah diberikan dengan kepercyaan dan keyakinan bahwa anak-anak dapat dididik,dapat dipengaruhi kelakuannya.Anak-anak dapat belajar,dapat menguasai sejumlah pengetahuan,dapat mengubah sikapnya,dapat menerima norma-norma,dapat menguasai sejumlah keterampilan.yang terpenting ialah: bagaimanakah anak itu belajar?kalau mita tahu betul,bagaimana proses belajar itu berlangsung,dalam keadaan yang bagaimana belajar itu member hasil yang sebaik-baiknya,maka kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan carayang seefektif-efektifnya.
5.      Asas sosiologis
Tiap anak akan berbeda latar belakang kebudayaannya.Perbedaan ini harus dipertimbangkan dalam kurikulum,juga perubahan masyarakat akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan factor pertimbangan dalam kurikulum.Oleh sebab masyarakat merupakan suatu factor yang begitu penting dalam pengembangan kurikulum,maka masyarakat dijadikan salah satu asas.dalam hal inipun harus kita jaga,agar asas ini jangan terlampau mendominasi sehingga timbul kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau “society-centered curriculum”.
6.    Asas organisator
                 Asas ini berkenaan dengan masalah,dalam bentuk yang disajikan,bagaimana bahan pelajaran akan disajikan,apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah,ataukah diusahakan adanya hubungan antara mata pelajaran yang diberikan,misalnya dalam bentuk broad-field atau bidang studi seperti IPA,IPS,BAHASA,dan lain-lain.

    E.     Kurikulum dan Pembelajaran

Saylor mengibaratkan antara kurikulum dengan pengajaran ibarat Romeo dan Juliet. Artinya berbicara tentang kurikulum adalah berbicara juga tentang pengajaran. Kurikulum dan pengajaran adalah  2 hal yang tidak terpisahkan.  Kurikulum memberikan arah dan arah tujuan pendidikan, serta isi yang harus dipelajari, sedangkan pengajaran adalah proses  yang terjadi dalam proses belajar mengajar antara guru dan peserta didik. Menurut Oliva, kurikulum berkaitan dengan apa yang harus dipelajari;sedangkan pengajaran mengacu kepada bagaimana cara mengajarkanya. Yang perlu diingat adalah bahwa system pengajaran meliputi 3 subsistem yaitu perencanaan pengajaran, pelaksanaan pengajaran dan  evaluasi. Namun, walaupun antara kurikulum dengan pengajaran memiliki hubungan yang erat, namun menurut Peter, F. Oliva (1992) dalam prakteknya terdapat kemungkinan hubungan antara kurikulum dengan pengajaran dalam beberapa model berikut ini :
a.       Model Dualistis (the dualistic model)
Dalam model ini keduanya terpisah dan berjalan sendiri-sendiri.
b.      Model Berkaitan (the interlocking model)
c.       Model Konsentris (the concentric model)
Pada model ini ada kemungkinan hubungan kurikulum bagian dari pengajaran atau sebaliknya.
d.      Model Siklus (the cyclical model)
Keduanya memiliki hubungan timbale balik dan saling mempengaruhi.Apa yang diputuskan oleh kuirkulum akan menjadi dasar dalam proses pelaksanaan pengajaran. Sebaliknya apa yang terjadi dalam proses pengajaran akan mempengaruhi keputusan kurikulum selanjutnya.
  
    F.      Kurikulum ideal dan aktual

Kurikulum ideal adalah kurikulum yang diharapkan dapat dilaksanakan dan berfungsi sebagai acuan atau program guru dalam proses belajar mengajar. Karena kurikulum ini menjadi pedoman bagi guru maka kurikulum ini juga disebut kurikulum formal atau kurikulum tertulis (written curriculum). Namun dalam prakteknya pelaksanaan kurikulum ideal mengalami beberapa hambatan dalam pelaksanaanya. Diantaranya adalah sarana dan prasarana, kemampuan guru serta kebijaksanaan sekolah/kepala sekolah. Karena hal tersebut maka guru hanya bisa melakukan kurikulum sesuai dengan keadaan yang ada. Inilah yang disebut kurikulum Aktual.Semakin jauh jarak antara kurikulum ideal dengan actual maka dapat diperkirakan makin buruklah kualitas pendidikan di sekolah tersebut demikian juga sebaliknya.


    G.    Kurikulum Tersembunyi
Kurikulum Tersembunyi (hidden curriculum) adalah hasil dari suatu proses pendidikan yang tidak direncanakan. Atau perilaku yang muncul di luar tujuan yang telah dideskripsikan oleh Guru. Juga bisa diartikan sebagai  tujuan yang tidak tertulis(tersembunyi) dan juga bisa diartikan sebagai segala sesuatu yang terjadi tanpa direncanakan terlebih dahulu yang dapat dimanfaatkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Contoh: ketika seorang guru geografi akan menunjukkan gambar/foto/video untuk menjelaskan tenaga endogen tiba-tiba terjadi gempa bumi. Lalu guru menjadikan kejadian yang baru saja terjadi sebagai media pembelajaran. Manfaat Kurikulum.

   H.    Manfaat kurikulum bagi guru.
1.      Kurikulum sebagai pedoman bagi guru dalam merancang, malaksanakan, dan menilai kegiatan pembelajaran.
2.      Membantu guru untuk memperbaiki situasi belajar.
3.      Membantu guru menunjang situasi belajar ke arah yang lebih baik.
4.      Membantu guru dalam mengadakan evaluasi kemajuan kegiatan belajar mengajar.
5.      Memberikan pengertian dan pemahaman yang baik bagi guru untuk menjalankan tugas sebagai pengajar yang baik di kelas.
6.      Mendorong guru untuk lebih kreatif dalam penyelenggaraan program pendidikan.

            Manfaat kurikulum bagi sekolah
a.       Kurikulum dijadikan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuanpendidikan, baik itu dalam tujuan nasional, institusional, kurikuler, maupun dalam tujuan instruksional. Dengan adanya suatu kurikulum maka tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh sekolah tertentu dapat tercapai.
b.      Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan (KTSP).
c.       Memberi peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan (KTSP).

Manfaat kurikulum bagi masyarakat
a.       Sebagai acuan untuk berpartisipasi dalam membimbing putra/putrinya di sekolah (dalam hal ini orang tua sebagai bagian dari masyarakat).
b.      Dengan mengetahui suatu kurikulum sekolah, masyarakat dapat berpartisipasi dalam rangka memperlancar program pendidikan, serta dapat memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan program pendidikan disekolah. 


I.       Sejarah Kurikulum di Indonesia.
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
a.       Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

b.      Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran, kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.

Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

c.       Kurikulum 1968.
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.

Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja, katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

d.      Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu, kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.

Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

e.       Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).

Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.

f.       Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses, kata Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.

g.      Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.

h.      KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)

i.        Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Secara umum, perubahan dan penyempurnaan kurikulum dilakukan setiap sepuluh tahun sekali. Perubahan kurikulum tersebut dilakukan agar kurikulum tidak ketinggalan dengan perkembangan masyarakat, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologinya. Kurikulum yang pernah diberlakukan secara nasional di Indonesia dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel Kronologis Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Tahun
Kurikulum
Keterangan
1947
Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum ini merupakan kurikulum pertama di Indonesia setelah kemerdekaan.
Istilah kurikulum masih belum digunakan. Sementara istilah yang digunakan adalah Rencana Pelajaran
1954
Rencana Pelajaran 1954
Kurikulum ini masih sama dengan kurikulum sebelumnya, yaitu Rencana Pelajaran 1947
1968
Kurikulum 1968
Kurikulum ini merupakan kurikulum terintegrasi pertama di Indonesia. Beberapa masa pelajaran, seperti Sejarah, Ilmu Bumi, dan beberapa cabang ilmu sosial mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Studies). Beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu Hayat, Ilmu Alam, dan sebagainya mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahun Alam (IPS) atau yang sekarang sering disebut Sains.
1975
Kurikulum 1975
Kurikulum ini disusun dengan kolom-kolom yang sangat rinci.
1984
Kurikulum 1984
Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975
1994
Kurikulum 1994
Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1984
2004
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Kurikulum ini belum diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia. Beberapa sekolah telah dijadikan uji coba dalam rangka proses pengembangan kurikulum ini
2008
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KBK sering disebut sebagai jiwa KTSP, karena KTSP sesungguhnya telah mengadopsi KBK. Kurikukulum ini dikembangkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan).




J.       Sejarah Geografi dalam Kurikulum Indonesia.

Seminar pengajaran ilmu Bumi tahun 1972 di Semarang, menyimpulkan  bahwa  untuk  keperluan pengajaran  sekolah,  objek  studi  geografi  adalah muka bumi sebagian atau seluruhnya sebagai satu kebulatan. Sedangkan hakekat sasaran geografi meliputi : (a) Kebulatan  hubungan manusia dan lingkungan dan (b) wilayah  region sebagai  hasil interaksi  asosiasi integrafi dan diferensiasi  unsur-unsur  alamiah  dan  manusiawi  dalam ruang tertentu  di permukaan  bumi. Kebulatan  studi  geografi disarankan  untuk  dipakai  dalam  pengajaran  geografi  sekolah, bukan geografi sosial dan geografi fisik.

Pada Seminar tahun 1972 tersebut,  para ahli geografi dan tokoh pendidikan geografi sepakat untuk mengusulkan hanya ada satu geografi yang perlu diajarkan di sekolah, yaitu geografi terpadu atau unified geography yang tidak mengkotak-kotakkan atau memisahkan geografi atas geografi fisis dan geografi sosial. Namun dalam kenyataannya para perancang kurikulum sekolah sejalan dengan adanya penjurusan pada tingkat sekolah menengah, telah juga mengkotakkan geografi yang menjadi porsi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan yang harus dipelajari dalam bidang ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa. Dalam praktek pengembangan geografi sebagai ilmu akademik, pengkhususan perhatian telah disertai dengan pengkhususan sasaran kajian, lingkup kajian dan ada kalanya juga cara kerja dan teknik-teknik yang dipakai. Di antara pengkhususan-pengkhususan geografi ada beberapa yangseakan-akan mengkotakkan atas bagian yangsalingterpisah yang seolah-olah menimbulkan dualisme atau bahkan kontroversi mengenai mana yang sebaiknya dipelajari atau dikembangkan.

Kurikulum 1984/1985  dicirikan  pada pemilihan materi pelajaran  yang esensial  dari setiap bidang studi, ditambah materi-materi  pelajaran yang  dituntut  oleh  kemajuan  ilmu  pengetahuan dan teknologi. Proses belajar  mengajar  menggunakan pendekatan keterampilan proses (PKP), artinya : dalam menyajikan konsep-konsep yang esensial mengacu kepada bagaimana siswa belajar agar  siswa  mampu  mengelola perolehannya dan untuk itu siswa  diarahkan  dengan  belajar  aktif baik secara perorangan maupun secara kelompok, sehingga siswa tersebut mampu memahami dan mebentuk konsep secara sewajarnya. Pendekatan yang kedua adalah pendekatan belajar tuntas. Artinya siswa telah  menguasai seluruh konsep esensial dari ma-sing-masing mata pelajaran. Pada belajar  tuntas  ada  tolok ukur ketuntasan  misalnya 66%-75% yang tidak tuntas diadakan remidi dan yang tuntas berkelanjutan / pengayaan.

Kedudukan  mata  pelajaran geografi di sekolah SD masuk rumpun IPS, SLTP geografi  fisik  dan antariksa  menjadi IPBA masuk IPA. Geografi  sosial ekonomi Indonesia dan geografi Regional Dunia masuk rumpun IPS, begitu juga di SMA, kedudukan mata pelajaran geografi program inti tetapi di EBTA-kan.
Kurikulum 1994  masih  seperti  kurikulum 1984/1985 menggunakan pendekatan konsep esensial materi, pendekatan pembelajarannya CBSA dan keterampilan proses dengan sistem cawu dan pendekatan tujuan pembelajaran. Kritik/kelemahan mata pelajaran geografi kurikulum 1994 adalah:
a.       Terlalu sarat  materi, suplemen 1999 berisi pengurangan pokok bahasan.
b.      Materi kurang terfokus pada fenomena atau gejala permukaan  bumi  yang  nyata terkait dengan wilayah dan kebutuhan hidup anak dalam masyarakat.
c.       Pendekatan materi,  pendekatan  pembelajaran  serta  materi belum  sepenuhnya  dipahami  penulis  buku, guru akibatnya materi  lebih  banyak berupa fakta, kurang kita jumpai kasus dan pemecahan masalahnya.
d.      Kondisi  tersebut di atas menyebabkan pandangan  masyarakat  terhadap buku yang  baik  adalah buku yang menyajikan materi yang lengkap maka buku SD, SLTP, SMA tidak terlihat gradasinya.

Belum  terlihatnya  embrio  tiga  fungsi  ilmu  pengetahuan, mendeskripsikan, meramalkan dan mengontrol dalam GBPP. Kurikulum 2004 lebih menekankan pada aspek kompetensi siswa. Pada kurikulum ini geografi mempunyai lebih keleluasaan dalam pembelajaranya di SMA/MA karena pelajaran geografi diajarkan tidak  hanya di kelas X dan pogram IPS kelas XII dan XIII saja, tetapi juga diterapkan pada program IPA kelas XI.

Pada pertengahan 2006 pemerintah (Depdiknas) mulai menggulirkan  Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan.

Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standart Isi (SI), di dalam struktur kurikulum SMA/MA, pelajaran geografi diberikan pada kelas X,  kelas XI (program IPS) dan kelas XII (program  IPS), sedangkan pada penjurusan progam IPA dan program Bahasa pelajaran geografi dihilangkan sama sekali.Implementasi mata pelajaran geografi-IPS di SMA/MA kurang begitu sesuai, IPS merupakan himpunan-himpunan ilmu-ilmu yang tergabung dalam rumpun ilmu-ilmu sosial yang terseleksi, disederhanakan dan diintegrasikan untuk kepentingan kependidikan, sehingga cita-cita untuk mengajarkan geografi sebagai ilmu yang terpadu (dari aneka disiplin ilmu) menjadi semakin kabur dan sulit  tercapai.

Dengan ‘pemaksaan’ memasukkan pelajaran geografi hanya pada program IPS, pelajaran geografi di SMA/MA menjadi terpasung dan tidak utuh, tentunya hal tersebut tidak sesuai dengan jati diri ilmu geografi. Objek material kajian geografi tidak hanya pada sistem sosial atau lingkungan manusia (antoposfer) saja, tetapi justru yang lebih besar  sebenarnya ada pada sistem fisik/lingkungan alami/ekologi (litosfer, biosfer, pedosfer, hidrosfer, atmosfer). Geografi adalah ilmu holistik/integral, ilmu jembatan bagi semua disiplin ilmu baik sosial maupun fisik, oleh karena itu seharusnya geografi diberikan tidak hanya pada penjurusan program IPS saja, tetapi juga pada program IPA bahkan pada program Bahasa, mengingat ilmu geografi sangat diperlukan bagi pembangunan bangsa dan memupuk rasa cinta tanah air.

Rasa cinta tanah air dan semangat patriotik dapat dipupuk tidak hanya melalui pelajaran sejarah atau pelajaran kewarganegaraan saja, tetapi dapat pula melalui pelajaran geografi karena Kurikulum Geografi mengajarkan siswa memahami fenomena geografi berfokus kepada negara Indonesia dan hubungannya dengan negara-negara lain supaya dapat melahirkan siswa yang berilmu, bertanggungjawab, bersyukur dan mengenali serta mencintai negara Indonesia dengan segala potensinya. Dengan demikian setiap siswa yang mempunyai wawasan ke-geografian diharapkan mempunyai kemampuan :
a.       Memberi pendapat secara kreatif dan kritis, mengenal pasti dan mengkaji segala masalah  dari aspek geografi yang integralistik serta membuat keputusan dengan bertanggungjawab.
  1. Menjelaskan fenomena alam dan saling kaitannya dengan manusia berdasarkan persebaran dan pola-pola yang terdapat di negara Indonesia dan negara-negara lain.
  2. Mengenal pasti cara hidup dan budaya berbagai komunitas di negara lain serta menghargai ciri-ciri persamaan dan perbedaan dengan negara Indonesia.
  3. Menyadari keadaan saling ketergantungan dalam sistem alam, kegiatan ekonomi, sosial dan politik antara satu negara dengan negara lain.
  4. Menerangkan kondisi kegiatan manusia terhadap alam sekitar serta pentingnya mengelola alam dan sumberdaya lainya dengan bertanggungjawab dan bijaksana.