A.
Pengertian
Kurikulum
Pengertian
kurikulum menurut para ahli:
1.
Ali,M(1984)
mengkategorikan kurikulum kedalam tiga pengertian yaitu:1).kurikulum sebagai
rencana belajar pesertadidik,2).kurikulum sebagai rencana
pembelajaran,3).kurikulum sebagai pengalaman belajar yang diperoleh peserta
didik.
2.
Hilda
Taba mendefenisikan kurikulum sebagai rencana belajar dengan
mengungkapkan,bahwa a curriculum is a
plan for learning.kurikulum biasanya terdiri dari
tujuan,materi/isi,strategi pembelajaran dan evaluasi.Untuk dapat member
penjelasan terhadap bentuk-bentuk belajar
yang direncanakan dalam kurikulum memerlukan penjelasan.Penjelasan ini
dapat diperoleh dari berbagai teori psikologi,seperti berkaitan dengan
psikologi belajar dan psikologi anak.
Kurikulum
sebagai rencana pembelajaran adalah sebuah rencana pembelajaran di suatu
sekolah.Kurikulum mencakup sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu
lembaga pendidikan yang harus ditempuh ataupun dipelajari peserta didik di
sekolah atau pelajaran tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu.
.Pengertian kurikulum dan kurikulum
itu sendiri mengalami perkembangan dari waktu ke waktu seiring dengan
perkembangan pemikiran tokoh-tokoh pendidikan. Dan memang itu seharusnya
terjadi agar kurikulum tidak menjadi usang atau ketinggalan zaman.
Beberapa perkembangan mengenai dimensi pengertian kurikulum adalah;
a) Kurikulum sebagai sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik. Kurikulum berorientasi pada
isi atau materi pelajaran(content oriented). Mata ajaran (subject matter)
dipandang sebagai pengalaman orang tua/orang-orang pandai pada masa lampau.
Kurikulum sebagai mata pelajaran biasanya erat kaitannya dengan usaha
memperoleh ijazah. Ijazah pada dasarnya menggambarkan kemampuan peserta didik
terhadap mata pelajaran. Artinya jika peserta didik telah mendapatkan ijazah
maka dianggap peserta didik tersebut telah mempunyai kemampuan menguasai mata
pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Evaluasi dilakukan dengan tes
hasil belajar. Pengertian kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran dianggap
sebagai pandangan yang masih tradisional, namun konsep ini teryata masih banyak
dianut dan mewarnai kurikulum yang berlaku saat ini. Tokohnya diantaranya
adalah Robert M. Hutchins (1936).
b) Kurikulum sebagai pengalaman belajar
siswa. Tuntutan masyarakat terhadap sekolah menyebabkan terjadinya pergeseran
pengertian kurikulum. Tidak hanya sebatas sebagai sejumlah mata pelajaran
tetapi kurikulum adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik di dalam
maupun di luar sekolah asalkan kegiatan tersebut berada dalam
control/pengawasan guru/sekolah. Tokohnya adalah Hollis L. Caswel dan
Campbell(1935). Juga Harold Alberty(1965). Kurikulum tidak terbatas pada
kegiatan-kegiatan di dalam kelas tapi juga mencakup kegiatan out door. Tidak
ada pemisahan yang tegas antara kegiatan intra dan ekstra. Semua kegiatan yang
memberikan pengalaman belajar kepada siswa dan pada akhirnya akan memberikan
pengaruh pada perubahan tingkah laku pada hakikatnya disebut kurikulum.
Disinilah letak perdebatan para ahli pendidikan tentang konsep kurikulum
sebagai pengalaman belajar. Mereka berfikiran bahwa untuk mengukur pengalaman
belajar itu bukanlah hal sederhana dan mudah. Oleh karena itu konsep kurikulum
sebagai pengalaman belajar dianggap sebagai konsep yang luas sehingga makna
kurikulum menjadi kabur dan tidak fungsional.
c) Kurikulum sebagai Program atau
perencanaan pembelajaran. Konsep ini salah satunya diapungkan oleh Hilda Taba
(1962) yang mengatakan “A Curriculum is a plan for learning…”.Konsep ini juga
diamini oleh beberapa tokoh seperti Donald E. Olorsky dan B. Othanel Smith
(1978) serta Peter F. Oliva (1982) yang menjelaskan bahwa kurikulum adalah
suatu perencanaan atau program pengalaman siswa yang diarahkan sekolah.
Kurikulum
sebagai suatu rencana sejalan dengan rumusan kurikulum menurut Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
belajar mengajar. Terlihat batasan yang jelas antara kurikulum sebagai rencana
( as a plan) yang harus dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar oleh guru serta kurikulum sebagai pengaturan isi dan cara
pelaksanaan rencana itu. Kedua itu digunakan sebagai upaya untuk pencapaian
tujuan pendidikan nasional.
Oleh sebab
itu, kurikulum bukan hanya sebatas rencana tapi juga bagaimana pelaksanaan
rencana itu. Murray Print (1993) mengungkapkan bahwa kurikulum meliputi;
·
Planning
Learning Experiences
·
Offered
Within An Educational Institution/Program
·
Represented
As A Document
·
Includes
Experiences Resulting From Implementing That Document
B.
Sejarah
Istilah
kurikulum mulai dikenal di Amerika Serikat sejak tahun 1920, ditinjau dari asal
katanya kurikulum berasal dari bahasa latin dari kata curere yang artinya lari
Dengan demikian maka kurikulum pada awalnya mempunyai pengertian course of race
(arena pacuan) Secara tradisional kurikulum mempunyai pengertian yaitu mata
pelajaran atau arena pelatihan untuk suatu produksi pendidikan. Bangsa yang
besar adalah bangsa yang mempunyai kurikulum pendidikan yang bagus dan stabil
(tidak berubah-ubah) serta memberi motivasi pelajarnya agar bisa meningkatkan
standar mutu pendidikannya dikemudian hari. Sejarah kurikulum pendidikan di
Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu
pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan
mantap.
C.
Peran
dan Fungsi Kurikulum
1. Peran Kurikulum
Kurikulum
dipersiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan yakni
mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat hidup ditengah masyakat. Sebagai
salah satu komponen dalam system pendidikan, minimal kurikulum memiliki 3
peran(Hamalik, 1990) yaitu:
a) Peranan Konservatif. Kurikulum
berperan sebagai pelestari berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu.
Kurikulum diharapkan mampu menjadi filter terhadap pengaruh globalisasi yang
efek negatifnya menggerogoti budaya nasional. Kurikulum melalui implementasinya
di dalam maupun di luar kelas mampu menjaga ke ajekan dan identitas masyarakat
Indonesia.
b) Peran Kreatif. Masyarakat bersifat dinamis.
Maka kurikulum juga harus mengandung hal-hal baru yang sejalan dengan
perkembangan zaman sehingga peserta didik mampu mengembangkan potensinya. Jika
tidak maka kurikulum tidak lebih dari setumpuk rencana dan peraturan yang
kurang bermakna dan tidak relevan dengan kondisi terkini.
c) Peran Kritis dan Evaluatif. Tidak
semua nilai-nilai warisan masa lalu harus diwariskan kepada generasi muda dan
tidak semua nilai-nilai baru harus dimiliki oleh peserta didik. Dalam rangka
inilah kurikulum memiliki peran kritis dan evaluatif. Kurikulum harus mampu
menyeleksi dan mengevaaluasi segala sesuatu yang dianggap bermanfaat untuk
kehidupan anak didik.
2. Fungsi Kurikulum
Kurikulum dalam pendidikan memiliki
beberapa fungsi sebagai berikut:
a) Fungsi kurikulum dalam rangka
mencapai tujuan pendididkan
Fungsi kurikulum dalam pendidikan
tidak lain merupakan alat untuk mencapai tujuan pendididkan.dalam hal ini, alat
untuk menempa manusia yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Pendidikan suatu bangsa dengan bangsa lain tidak akan sama karena setiap bangsa
dan Negara mempunyai filsafat dan tujuan pendidikan tertentu yang dipengaruhi
oleh berbagai segi, baik segi agama, idiologi, kebudayaan, maupun kebutuhan
Negara itu sendiri. Dsdengan demikian, dinegara kita tidak sama dengan
Negara-negara lain, untuk itu, maka: 1) Kurikulum merupakan alat untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional, 2) Kuriulum merupakan program yang harus
dilaksanakan oleh guru dan murid dalam proses belajar mengajar, guna mencapai
tujuan-tujuan itu, 3) kurikulum merupakan pedoman guru dan siswa agar
terlaksana proses belajar mengajar dengan baik dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan.
b) Fungsi Kurikulum Bagi Sekolah yang
Bersangkutan
Kurikulum Bagi Sekolah yang
Bersangkutan mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Sebagai alat mencapai tujuan
pendidikan yang diinginkan 2) Sebagai pedoman mengatur segala kegiatan
sehari-hari di sekolah tersebut, fungsi ini meliputi: a. Jenis program
pendidikan yang harus dilaksanakan b. Cara menyelenggarakan setiap jenis
program pendidikan c. Orang yang bertanggung jawab dan melaksanakan program
pendidikan.
c) Fungsi Kurikulum Bagi Guru
Guru tidak hanya berfungsi sebagai
pelaksana kurikulum sesuai dengan kurikulum yang berlaku, tetapi juga sebagai
pengembanga kurikulum dalam rangaka pelaksanaan kurikulum tersebut.
d) Fungsi Kurikulum Bagi Kepala Sekolah,
Kurikulum merupakan barometer atau
alat pengukur keberhasilanprogram pendidikan di sekolah yang dipimpinnya.
Kepala sekolah dituntut untuk menguasai dan mengontrol, apakah kcegiatan proses
pendidikan yang dilaksanakan itu berpijak pada kurikulum yang berlaku.
e) Fungsi Kurikulum Bagi Pengawas
(supervisor)
Bagi
para pengawas, fungsi kurikulum dapat dijadikan sebagai pedoman, patokan, atau
ukuran dan menetapkan bagaimana yang memerlukan penyempurnaan atau perbaikan
dalam usaha pelaksanaan kurikulum dan peningkatan mutu pendidikan.
f) Fungsi Kurikulum Bagi Masyarakat
Melalui kurikulum sekolah yang
bersangkutan, masyarakat bisa mengetahui apakah pengetahuan, sikap, dan
nilaiserta keterampilan yang dibutuhkannya relevan atau tidak dengan kuri-kulum
suatu sekolah.
Dilihat dari
cakupan dan tujuannya menurut Mc. Neil (1990) isi kurikulum memiliki 4
fungsi:
1. Fungsi Pendidikan Umum (common
and general education). Fungsi kurikulum untuk mempersiapkan peserta didik agar
mereka menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab sebagai warga Negara
yang baik.
2. Fungsi Suplementasi (supplementation).Kurikulum
harus bisa melayani beragama karakteristik peserta didik. Peserta didik beragam
dalam kemampuan, minat dan bakat.
3. Eksplorasi (exploration)Kurikulum
harus mampu menemukan dan mengembangkan minat dan bakat masing-masing peserta
didik.
4. Fungsi Keahlian(Spesialization)Kurikulum
berfungsi untuk mengembangkan kemampuan peserta didik sesuai keahlianya yang
berdasarkan atas minat dan bakat.
D.
Azas
Kurikulum
1.Azas Filosofis
Kurikulum
mempunyai hubungan yang sangat erat sekali dengan filsafat bangsa dan Negara
terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus
dicapai melalui pendidikan formal.
2. AzasPsikologis
a). Psikologi
Anak
Sekolah
didirikan untuk anak,untuk kepentingan
anak,yakni menciptakan situasi-situasi dimna anak dapat belajar untuk
mengembangkan bakatnya.selama berabad-abad anak tidak dipandang sebagai manusia
yang lain daripada orang dewasa dank arena itu mempunyai kebutuhan sendiri
sesuai dengan perkembangannya.Baru setelah Rosseau
anak itu dikenal sebagai anak,dan dilakukan penelitian ilmiah untuk lebih
mengenalnya,dan sejak permulaan abad ke-20 anak kian mendapat perhatian menjadi
salah satu asas dalam pengembangan kurikulum.Timbullah aliran yang disebut
progresif,bahkan kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat dan
perkembangan anak,yaitu “childcentered curriculum”.Kurikulum ini dapat
dipandang sebagai reaksi terhadap kurikulum yang ditentukan oleh orang dewasa
tanpa menghiraukan kebutuhan dan minat anak.
b). Psikologi
Belajar
Pendidikan
di sekolah diberikan dengan kepercyaan dan keyakinan bahwa anak-anak dapat
dididik,dapat dipengaruhi kelakuannya.Anak-anak dapat belajar,dapat menguasai
sejumlah pengetahuan,dapat mengubah sikapnya,dapat menerima norma-norma,dapat
menguasai sejumlah keterampilan.yang terpenting ialah: bagaimanakah anak itu
belajar?kalau mita tahu betul,bagaimana proses belajar itu berlangsung,dalam
keadaan yang bagaimana belajar itu member hasil yang sebaik-baiknya,maka
kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan carayang
seefektif-efektifnya.
5.
Asas
sosiologis
Tiap
anak akan berbeda latar belakang kebudayaannya.Perbedaan ini harus
dipertimbangkan dalam kurikulum,juga perubahan masyarakat akibat perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan factor pertimbangan dalam
kurikulum.Oleh sebab masyarakat merupakan suatu factor yang begitu penting
dalam pengembangan kurikulum,maka masyarakat dijadikan salah satu asas.dalam hal
inipun harus kita jaga,agar asas ini jangan terlampau mendominasi sehingga
timbul kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau “society-centered
curriculum”.
6.
Asas
organisator
Asas ini berkenaan dengan
masalah,dalam bentuk yang disajikan,bagaimana bahan pelajaran akan
disajikan,apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah,ataukah
diusahakan adanya hubungan antara mata pelajaran yang diberikan,misalnya dalam
bentuk broad-field atau bidang studi seperti IPA,IPS,BAHASA,dan lain-lain.
E.
Kurikulum dan Pembelajaran
Saylor mengibaratkan antara
kurikulum dengan pengajaran ibarat Romeo dan Juliet. Artinya berbicara tentang
kurikulum adalah berbicara juga tentang pengajaran. Kurikulum dan pengajaran
adalah 2 hal yang tidak terpisahkan. Kurikulum memberikan arah dan
arah tujuan pendidikan, serta isi yang harus dipelajari, sedangkan pengajaran
adalah proses yang terjadi dalam proses belajar mengajar antara guru dan
peserta didik. Menurut Oliva, kurikulum berkaitan dengan apa yang harus
dipelajari;sedangkan pengajaran mengacu kepada bagaimana cara mengajarkanya.
Yang perlu diingat adalah bahwa system pengajaran meliputi 3 subsistem yaitu
perencanaan pengajaran, pelaksanaan pengajaran dan evaluasi. Namun, walaupun
antara kurikulum dengan pengajaran memiliki hubungan yang erat, namun menurut
Peter, F. Oliva (1992) dalam prakteknya terdapat kemungkinan hubungan antara
kurikulum dengan pengajaran dalam beberapa model berikut ini :
a.
Model Dualistis (the dualistic model)
Dalam
model ini keduanya terpisah dan berjalan sendiri-sendiri.
b.
Model Berkaitan (the interlocking
model)
c.
Model Konsentris (the concentric
model)
Pada
model ini ada kemungkinan hubungan kurikulum bagian dari pengajaran atau
sebaliknya.
d.
Model Siklus (the cyclical model)
Keduanya
memiliki hubungan timbale balik dan saling mempengaruhi.Apa yang diputuskan
oleh kuirkulum akan menjadi dasar dalam proses pelaksanaan pengajaran.
Sebaliknya apa yang terjadi dalam proses pengajaran akan mempengaruhi keputusan
kurikulum selanjutnya.
F.
Kurikulum ideal dan aktual
Kurikulum
ideal adalah kurikulum yang diharapkan dapat dilaksanakan dan berfungsi sebagai
acuan atau program guru dalam proses belajar mengajar. Karena kurikulum ini
menjadi pedoman bagi guru maka kurikulum ini juga disebut kurikulum formal atau
kurikulum tertulis (written curriculum). Namun dalam prakteknya pelaksanaan
kurikulum ideal mengalami beberapa hambatan dalam pelaksanaanya. Diantaranya
adalah sarana dan prasarana, kemampuan guru serta kebijaksanaan sekolah/kepala
sekolah. Karena hal tersebut maka guru hanya bisa melakukan kurikulum sesuai
dengan keadaan yang ada. Inilah yang disebut kurikulum Aktual.Semakin jauh
jarak antara kurikulum ideal dengan actual maka dapat diperkirakan makin
buruklah kualitas pendidikan di sekolah tersebut demikian juga sebaliknya.
G.
Kurikulum Tersembunyi
Kurikulum Tersembunyi (hidden curriculum) adalah hasil dari
suatu proses pendidikan yang tidak direncanakan. Atau perilaku yang muncul di
luar tujuan yang telah dideskripsikan oleh Guru. Juga bisa diartikan
sebagai tujuan yang tidak tertulis(tersembunyi) dan juga bisa diartikan
sebagai segala sesuatu yang terjadi tanpa direncanakan terlebih dahulu yang
dapat dimanfaatkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Contoh: ketika
seorang guru geografi akan menunjukkan gambar/foto/video untuk menjelaskan
tenaga endogen tiba-tiba terjadi gempa bumi. Lalu guru menjadikan kejadian yang
baru saja terjadi sebagai media pembelajaran. Manfaat Kurikulum.
H.
Manfaat
kurikulum bagi guru.
1.
Kurikulum
sebagai pedoman bagi guru dalam merancang, malaksanakan, dan menilai kegiatan
pembelajaran.
2.
Membantu
guru untuk memperbaiki situasi belajar.
3.
Membantu
guru menunjang situasi belajar ke arah yang lebih baik.
4.
Membantu
guru dalam mengadakan evaluasi kemajuan kegiatan belajar mengajar.
5.
Memberikan
pengertian dan pemahaman yang baik bagi guru untuk menjalankan tugas sebagai
pengajar yang baik di kelas.
6.
Mendorong guru
untuk lebih kreatif dalam penyelenggaraan program pendidikan.
Manfaat kurikulum bagi sekolah
a.
Kurikulum
dijadikan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuanpendidikan, baik itu dalam
tujuan nasional, institusional, kurikuler, maupun dalam tujuan instruksional.
Dengan adanya suatu kurikulum maka tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan
oleh sekolah tertentu dapat tercapai.
b.
Mendorong
terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan (KTSP).
c.
Memberi
peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan (KTSP).
Manfaat kurikulum bagi masyarakat
a.
Sebagai
acuan untuk berpartisipasi dalam membimbing putra/putrinya di sekolah (dalam
hal ini orang tua sebagai bagian dari masyarakat).
b.
Dengan
mengetahui suatu kurikulum sekolah, masyarakat dapat berpartisipasi dalam rangka
memperlancar program pendidikan, serta dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun dalam penyempurnaan program pendidikan disekolah.
I.
Sejarah Kurikulum di Indonesia.
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada
pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini
belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah
sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan,
yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006.
Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem
politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi
di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang
sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari
tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
a. Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer
plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang
curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat
politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas
pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
b. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap
mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata
pelajaran, kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode
1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan
Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau
Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan
moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok
bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan),
dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional
praktis.
c. Kurikulum 1968.
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan
sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964.
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah:
bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik
untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu
dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi
pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan
ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat
jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti,
dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan
1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada
pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan
organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. Hanya memuat mata
pelajaran pokok-pokok saja, katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis,
tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada
materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
d. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan
efektif. Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen,
yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu, kata Drs. Mudjito,
Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah satuan
pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan
pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang
akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
e. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan
pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering
disebut Kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai
subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student
Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R.
Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor
IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA
yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang
diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara
nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang
terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di
sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model
berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
f. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya. Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984,
antara pendekatan proses, kata Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran,
lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga
lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing,
misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai
kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu
masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum
super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen
Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
g. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran
diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya,
kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian.
Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila
target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada
praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan
kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa,
dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan.
Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat
kurikulum.
h. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses
pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi
tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol
adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai
dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini
disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar
kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap
satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi
pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian
merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan
supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)
i.
Perkembangan
Kurikulum di Indonesia
Secara umum, perubahan dan penyempurnaan kurikulum dilakukan setiap sepuluh
tahun sekali. Perubahan kurikulum tersebut dilakukan agar kurikulum tidak
ketinggalan dengan perkembangan masyarakat, termasuk ilmu pengetahuan dan
teknologinya. Kurikulum yang pernah diberlakukan secara nasional di Indonesia
dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel Kronologis Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Tahun
|
Kurikulum
|
Keterangan
|
1947
|
Rencana Pelajaran 1947
|
Kurikulum ini
merupakan kurikulum pertama di Indonesia setelah kemerdekaan.
Istilah
kurikulum masih belum digunakan. Sementara istilah yang digunakan adalah
Rencana Pelajaran
|
1954
|
Rencana Pelajaran 1954
|
Kurikulum ini
masih sama dengan kurikulum sebelumnya, yaitu Rencana Pelajaran 1947
|
1968
|
Kurikulum 1968
|
Kurikulum ini
merupakan kurikulum terintegrasi pertama di Indonesia. Beberapa masa
pelajaran, seperti Sejarah, Ilmu Bumi, dan beberapa cabang ilmu sosial
mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Studies). Beberapa
mata pelajaran, seperti Ilmu Hayat, Ilmu Alam, dan sebagainya mengalami fusi
menjadi Ilmu Pengetahun Alam (IPS) atau yang sekarang sering disebut Sains.
|
1975
|
Kurikulum 1975
|
Kurikulum ini
disusun dengan kolom-kolom yang sangat rinci.
|
1984
|
Kurikulum 1984
|
Kurikulum ini
merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975
|
1994
|
Kurikulum 1994
|
Kurikulum ini
merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1984
|
2004
|
Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK)
|
Kurikulum ini
belum diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia. Beberapa sekolah telah
dijadikan uji coba dalam rangka proses pengembangan kurikulum ini
|
2008
|
Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP)
|
KBK
sering disebut sebagai jiwa KTSP, karena KTSP sesungguhnya telah mengadopsi
KBK. Kurikukulum ini dikembangkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional
Pendidikan).
|
J.
Sejarah Geografi dalam Kurikulum
Indonesia.
Seminar pengajaran ilmu
Bumi tahun 1972 di Semarang, menyimpulkan bahwa untuk
keperluan pengajaran sekolah, objek studi
geografi adalah muka bumi sebagian atau seluruhnya sebagai satu
kebulatan. Sedangkan hakekat sasaran geografi meliputi : (a) Kebulatan
hubungan manusia dan lingkungan dan (b) wilayah region sebagai
hasil interaksi asosiasi integrafi dan diferensiasi
unsur-unsur alamiah dan manusiawi dalam ruang
tertentu di permukaan bumi. Kebulatan studi geografi
disarankan untuk dipakai dalam pengajaran
geografi sekolah, bukan geografi sosial dan geografi fisik.
Pada Seminar tahun 1972
tersebut, para ahli geografi dan tokoh pendidikan geografi sepakat untuk
mengusulkan hanya ada satu geografi yang perlu diajarkan di sekolah, yaitu
geografi terpadu atau unified geography yang tidak mengkotak-kotakkan atau
memisahkan geografi atas geografi fisis dan geografi sosial. Namun dalam
kenyataannya para perancang kurikulum sekolah sejalan dengan adanya penjurusan
pada tingkat sekolah menengah, telah juga mengkotakkan geografi yang menjadi
porsi pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan yang harus dipelajari dalam bidang
ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa. Dalam praktek pengembangan geografi
sebagai ilmu akademik, pengkhususan perhatian telah disertai dengan
pengkhususan sasaran kajian, lingkup kajian dan ada kalanya juga cara kerja dan
teknik-teknik yang dipakai. Di antara pengkhususan-pengkhususan geografi ada
beberapa yangseakan-akan mengkotakkan atas bagian yangsalingterpisah yang
seolah-olah menimbulkan dualisme atau bahkan kontroversi mengenai mana yang
sebaiknya dipelajari atau dikembangkan.
Kurikulum 1984/1985 dicirikan pada pemilihan materi pelajaran yang
esensial dari setiap bidang studi, ditambah materi-materi pelajaran
yang dituntut oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Proses belajar mengajar menggunakan pendekatan
keterampilan proses (PKP), artinya : dalam menyajikan konsep-konsep yang
esensial mengacu kepada bagaimana siswa belajar agar siswa
mampu mengelola perolehannya dan untuk itu siswa diarahkan
dengan belajar aktif baik secara perorangan maupun secara kelompok,
sehingga siswa tersebut mampu memahami dan mebentuk konsep secara sewajarnya.
Pendekatan yang kedua adalah pendekatan belajar tuntas. Artinya siswa
telah menguasai seluruh konsep esensial dari ma-sing-masing mata
pelajaran. Pada belajar tuntas ada tolok ukur
ketuntasan misalnya 66%-75% yang tidak tuntas diadakan remidi dan yang
tuntas berkelanjutan / pengayaan.
Kedudukan
mata pelajaran geografi di sekolah SD masuk rumpun IPS, SLTP
geografi fisik dan antariksa menjadi IPBA masuk IPA.
Geografi sosial ekonomi Indonesia dan geografi Regional Dunia masuk
rumpun IPS, begitu juga di SMA, kedudukan mata pelajaran geografi program inti
tetapi di EBTA-kan.
Kurikulum 1994 masih seperti kurikulum 1984/1985 menggunakan
pendekatan konsep esensial materi, pendekatan pembelajarannya CBSA dan
keterampilan proses dengan sistem cawu dan pendekatan tujuan pembelajaran.
Kritik/kelemahan mata pelajaran geografi kurikulum 1994 adalah:
a.
Terlalu sarat
materi, suplemen 1999 berisi pengurangan pokok bahasan.
b.
Materi kurang terfokus
pada fenomena atau gejala permukaan bumi yang nyata terkait
dengan wilayah dan kebutuhan hidup anak dalam masyarakat.
c.
Pendekatan materi,
pendekatan pembelajaran serta materi belum
sepenuhnya dipahami penulis buku, guru akibatnya materi
lebih banyak berupa fakta, kurang kita jumpai kasus dan pemecahan
masalahnya.
d.
Kondisi tersebut
di atas menyebabkan pandangan masyarakat terhadap buku yang
baik adalah buku yang menyajikan materi yang lengkap maka buku SD, SLTP,
SMA tidak terlihat gradasinya.
Belum
terlihatnya embrio tiga fungsi ilmu pengetahuan,
mendeskripsikan, meramalkan dan mengontrol dalam GBPP. Kurikulum 2004
lebih menekankan pada aspek kompetensi siswa. Pada kurikulum ini geografi
mempunyai lebih keleluasaan dalam pembelajaranya di SMA/MA karena pelajaran
geografi diajarkan tidak hanya di kelas X dan pogram IPS kelas XII dan
XIII saja, tetapi juga diterapkan pada program IPA kelas XI.
Pada pertengahan 2006
pemerintah (Depdiknas) mulai menggulirkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan
untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional
pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian
pendidikan.
Dua dari kedelapan
standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam
mengembangkan kurikulum. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standart Isi (SI), di dalam struktur kurikulum
SMA/MA, pelajaran geografi diberikan pada kelas X, kelas XI (program IPS)
dan kelas XII (program IPS), sedangkan pada penjurusan progam IPA dan
program Bahasa pelajaran geografi dihilangkan sama sekali.Implementasi mata
pelajaran geografi-IPS di SMA/MA kurang begitu sesuai, IPS merupakan
himpunan-himpunan ilmu-ilmu yang tergabung dalam rumpun ilmu-ilmu sosial yang
terseleksi, disederhanakan dan diintegrasikan untuk kepentingan kependidikan,
sehingga cita-cita untuk mengajarkan geografi sebagai ilmu yang terpadu (dari
aneka disiplin ilmu) menjadi semakin kabur dan sulit tercapai.
Dengan ‘pemaksaan’
memasukkan pelajaran geografi hanya pada program IPS, pelajaran geografi di
SMA/MA menjadi terpasung dan tidak utuh, tentunya hal tersebut tidak sesuai
dengan jati diri ilmu geografi. Objek material kajian geografi tidak hanya pada
sistem sosial atau lingkungan manusia (antoposfer) saja, tetapi justru yang
lebih besar sebenarnya ada pada sistem fisik/lingkungan alami/ekologi
(litosfer, biosfer, pedosfer, hidrosfer, atmosfer). Geografi adalah ilmu
holistik/integral, ilmu jembatan bagi semua disiplin ilmu baik sosial maupun
fisik, oleh karena itu seharusnya geografi diberikan tidak hanya pada
penjurusan program IPS saja, tetapi juga pada program IPA bahkan pada program
Bahasa, mengingat ilmu geografi sangat diperlukan bagi pembangunan bangsa dan
memupuk rasa cinta tanah air.
Rasa cinta tanah air dan
semangat patriotik dapat dipupuk tidak hanya melalui pelajaran sejarah atau
pelajaran kewarganegaraan saja, tetapi dapat pula melalui pelajaran geografi
karena Kurikulum Geografi mengajarkan siswa memahami fenomena geografi berfokus
kepada negara Indonesia dan hubungannya dengan negara-negara lain supaya dapat
melahirkan siswa yang berilmu, bertanggungjawab, bersyukur dan mengenali serta
mencintai negara Indonesia dengan segala potensinya. Dengan demikian setiap
siswa yang mempunyai wawasan ke-geografian diharapkan mempunyai kemampuan :
a. Memberi pendapat secara kreatif dan kritis,
mengenal pasti dan mengkaji segala masalah dari aspek geografi yang
integralistik serta membuat keputusan dengan bertanggungjawab.
- Menjelaskan fenomena alam dan saling kaitannya dengan manusia berdasarkan persebaran dan pola-pola yang terdapat di negara Indonesia dan negara-negara lain.
- Mengenal pasti cara hidup dan budaya berbagai komunitas di negara lain serta menghargai ciri-ciri persamaan dan perbedaan dengan negara Indonesia.
- Menyadari keadaan saling ketergantungan dalam sistem alam, kegiatan ekonomi, sosial dan politik antara satu negara dengan negara lain.
- Menerangkan kondisi kegiatan manusia terhadap alam sekitar serta pentingnya mengelola alam dan sumberdaya lainya dengan bertanggungjawab dan bijaksana.